Dulu aku heran,
kenapa bisa-bisanya
tulisan tangan ayah,
sebegitu ceker ayamnya,
sampai sulit dibaca.
Sekarang aku mengerti,
betapa efisiennya
nulis ceker itu,
tuk curahkan pikiran.
***
Dulu aku heran,
kenapa ayah sering ngegas,
setiap hal "sepele" dibicarakan,
terlebih jika diulang-ulang.
Sekarang aku mengerti,
betapa mulut menjadi lelah
tuk keluarkan sepatah katapun,
pasca penat dunia.
***
Dulu aku heran,
. . .
nanti ditambah lagi,
kalau udah nyadar lagi,
terhadap keabsurdan ayah dulu.